MAKALAH
PKN
KONSTITUSI

Disusun Oleh:
Nama : Erian Sutantio
NPM :
39411210
Kelas : 1 ID 06
Fakultas/Jurusan
: Teknologi Industri/Teknik
Industri
Jenjang :
S1
Mata Kuliah : Pkn
UNIVERSITAS GUNADARMA
BEKASI
2012
KATA PENGANTAR
Puji dan
syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan berkat,
petunjuk dan kekuatan kepada saya untuk dapat menyelesaikan makalah ini.
Terselesaikannya makalah ini dengan tema
konstitusi merupakan hasil kerja keras yang tidak terlepas dari dukungan,doa,
semangat maupun sumbangan-sumbangan ide dari semua pihak yang turut
membantuterselesaikannya makalah ini. Saya selaku penulis mengucapkan terima
kasih kepada :
- (Bpk. Dyan Tanjung Gunotomo) selaku dosen pembimbing mata kuliah PKN, yang telah memberikan ilmu pengetahuan dan motivasi untuk membuat makalahini.
- Orang tua tercinta, yang senantiasa memberikan kasih sayang dan doa serta senantiasa memberidukungan moril, sehingga saya mendapatkan kemudahan dalam menyelesaikan makalah ini.
- Sahabat-sahabat yang juga selalu memeberi dukungan, dan semoga apa yang kita inginkan dapattercapai.
- Serta semua pihak yang tak bisa saya sebutkan yang telah membantu terselesaikannya makalahini. Saya menyadari penulisan dalam makalah ini masih jauh dari kata sempurna, maka dari itusaya harapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca. Semoga makalah ini bermanfaatuntuk kita semua dan dapat menambahkan ilmu pengetahuan baru bagi kita semua.
Bekasi, Mei 2012
BAB I
PENDAHULUAN
1.
LATAR BELAKANG
Perkataan
“konstitusi” berasal dari bahasa Perancis Constituer dan Constitution, kata
pertama berarti membentuk,
mendirikan atau menyusun, dan kata kedua berarti susunan atau pranata
(masyarakat)[1]. Dengan demikian konstitusi memiliki arti; permulaan dari
segala peraturan mengenai suatu Negara. Pada umumnya langkah awal untuk
mempelajari hukum
tata negara dari suatu negara dimulai dari konstitusi negara bersangkutan.
Mempelajari konstitusi berarti juga mempelajari hukum tata negara dari suatu
negara, sehingga hukum tata negara disebut juga dengan constitutional law.
Istilah Constitutional Law di Inggris menunjukkan arti yang sama dengan hukum
tata negara.
Penggunaan istilah Constitutional
Law didasarkan atas alasan bahwa dalam hukum tata Negara unsur konstitusi lebih
menonjol.[2] Dengan demikian suatu konstitusi memuat aturan atau sendi-sendi
pokok yang bersifat fundamental untuk menegakkan bangunan besar yang bernama
“Negara”. Karena sifatnya yang fundamental ini maka aturan ini harus kuat dan
tidak boleh mudah berubah-ubah. Dengan kata lain aturan fundamental itu harus
tahan uji terhadap kemungkinan untuk diubah-ubah berdasarkan kepentingan jangka
pendek yang bersifat sesaat. Konstitusi (Latin constitutio) dalam negara adalah
sebuah norma sistem politik dan hukum bentukan pada pemerintahan negara -
biasanya dikodifikasikan sebagai dokumen tertulis.
Dalam kasus bentukan
negara, konstitusi memuat aturan dan prinsip-prinsip entitas politik dan hukum,
istilah ini merujuk secara khusus untuk menetapkan konstitusi nasional sebagai
prinsip-prinsip dasar politik, prinsip-prinsip dasar hukum termasuk dalam
bentukan struktur, prosedur, wewenang dan kewajiban pemerintahan negara pada
umumnya, Konstitusi umumnya merujuk pada penjaminan hak kepada warga
masyarakatnya. Istilah konstitusi dapat diterapkan kepada seluruh hukum yang
mendefinisikan fungsi pemerintahan negara. Untuk melihat konstitusi
pemerintahan negara tertentu, lihat daftar konstitusi nasional.Dalam bentukan
organisasi konstitusi menjelaskan bentuk, struktur, aktivitas, karakter, dan
aturan dasar organisasi tersebut.
2.
IDENTIFIKASI MASALAH
A. Mengapa Negara yang di kategorikan sebagai Negara yang tidak memiliki konstitusi tertulis adalah Inggris dan Kanada ?
B. Bagaimana sejarah konstitusi dan Amandemen UUD 1945 ?
A. Mengapa Negara yang di kategorikan sebagai Negara yang tidak memiliki konstitusi tertulis adalah Inggris dan Kanada ?
B. Bagaimana sejarah konstitusi dan Amandemen UUD 1945 ?
BAB II
PEMBAHASAN
- Sejarah Konstitusi
Secara umum terdapat
dua macam konstitusi yaitu : 1) konstitusi tertulis dan 2) konstitusi tak
tertulis. Dalam hal yang kedua ini, hampir semua negara di dunia memiliki
konstitusi tertulis atau undang-undang
dasar (UUD) yang pada umumnya mengatur mengenai pembentukan, pembagian
wewenang dan cara bekerja berbagai lembaga kenegaraan serta perlindungan hak
azasi manusia.[3]
Negara yang
dikategorikan sebagai negara yang tidak memiliki konstitusi tertulis adalah
Inggris dan Kanada. Di kedua negara ini, aturan dasar terhadap semua
lembaga-lembaga kenegaraan dan semua hak azasi manusia terdapat pada adat
kebiasaan dan juga tersebar di berbagai dokumen, baik dokumen yang relatif baru
maupun yang sudah sangat tua seperti Magna Charta yang berasal dari tahun 1215
yang memuat jaminan hak-hak azasi manusia rakyat Inggris.[4]Karena ketentuan
mengenai kenegaraan itu tersebar dalam berbagai dokumen atau hanya hidup dalam
adat kebiasaan masyarakat itulah maka Inggris masuk dalam kategori negara yang
memiliki konstitusi tidak tertulis.
Pada hampir semua
konstitusi tertulis diatur mengenai pembagian kekuasaan berdasarkan jenis-jenis
kekuasaan, dan kemudian berdasarkan jenis kekuasaan itu dibentuklah
lembaga-lembaga negara. Dengan demikian, jenis kekuasaan itu perlu ditentukan
terlebih dahulu, baru kemudian dibentuk lembaga negara yang bertanggung jawab
untuk melaksanakan jenis kekuasaan tertentu itu.
Beberapa sarjana
mengemukakan pandangannya mengenai jenis tugas atau kewenangan itu, salah satu
yang paling terkemuka adalah pandangan Montesquieu bahwa kekuasaan negara itu
terbagi dalam tiga jenis kekuasaan yang harus dipisahkan secara ketat. Ketiga
jenis kekuasaan itu adalah : 1) kekuasaan membuat peraturan perundangan
(legislatif); 2) kekuasaan melaksanakan peraturan perundangan (eksekutif) dan
kekuasaan kehakiman (judikatif).
Pandangan lain
mengenai jenis kekuasaan yang perlu dibagi atau dipisahkan di dalam konstitusi
dikemukakan oleh van Vollenhoven dalam buku karangannya Staatsrecht over
Zee.[5] Ia membagi kekuasaan menjadi empat macam yaitu :1) pemerintahan
(bestuur); 2) perundang-undangan; 3) kepolisian dan 4)pengadilan. Van
Vollenhoven kemungkinan menilai
kekuasaan eksekutif itu terlalu luas dan karenanya perlu dipecah menjadi
dua jenis kekuasaan lagi yaitu kekuasaan pemerintahan dan kekuasaan kepolisian.
Menurutnya kepolisian memegang jenis kekuasaan untuk mengawasi hal berlakunya
hukum dan kalau perlu memaksa untuk melaksanakan hukum.
Wirjono Prodjodikoro
dalam bukunya Azas-azas Hukum Tata Negara di Indonesia mendukung gagasan Van
Vollenhoven ini, bahkan ia mengusulkan untuk menambah dua lagi jenis kekuasaan
negara yaitu kekuasaan Kejaksaan dan Kekuasaan untuk memeriksa keuangan negara
untuk menjadi jenis kekuasaan ke-lima dan ke-enam.[6]
Berdasarkan teori hukum ketatanegaraan yang dijelaskan diatas maka dapat disimpulkan bahwa jenis kekuasaan negara yang diatur dalam suatu konstitusi itu umumnya terbagi atas enam dan masing-masing kekuasaan itu diurus oleh suatu badan atau lemabaga tersendiri yaitu:
1. kekuasaan membuat undang-undang (legislatif)
2. kekuasaan melaksanakan undang-undang (eksekutif)
3. kekuasaan kehakiman (judikatif)
4. kekuasaan kepolisian
5. kekuasaan kejaksaan
6. kekuasaan memeriksa keuangan negara
B. Amandemen UUD 1945
Berdasarkan teori hukum ketatanegaraan yang dijelaskan diatas maka dapat disimpulkan bahwa jenis kekuasaan negara yang diatur dalam suatu konstitusi itu umumnya terbagi atas enam dan masing-masing kekuasaan itu diurus oleh suatu badan atau lemabaga tersendiri yaitu:
1. kekuasaan membuat undang-undang (legislatif)
2. kekuasaan melaksanakan undang-undang (eksekutif)
3. kekuasaan kehakiman (judikatif)
4. kekuasaan kepolisian
5. kekuasaan kejaksaan
6. kekuasaan memeriksa keuangan negara
B. Amandemen UUD 1945
Konstitusi suatu
negara pada hakekatnya merupakan hukum dasar tertinggi yang memuat hal-hal
mengenai penyelenggaraan negara, karenanya suatu konstitusi harus memiliki
sifat yang lebih stabil dari pada produk hukum lainnya. Terlebih lagi jika jiwa
dan semangat pelaksanaan penyelenggaraan negara juga diatur dalam konstitusi
sehingga perubahan suatu konstitusi dapat membawa perubahan yang besar terhadap
sistem penyelenggaraan negara. Bisa jadi suatu negara yang demokratis berubah
menjadi otoriter karena terjadi perubahan dalam konstitusinya.
Adakalanya keinginan
rakyat untuk mengadakan perubahan konstitusi merupakan suatu hal yang tidak
dapat dihindari. Hal ini terjadi apabila mekanisme penyelenggaraan negara yang
diatur dalam konstitusi yang berlaku dirasakan sudah tidak sesuai lagi dengan
aspirasi rakyat. Oleh karena itu, konstitusi biasanya juga mengandung ketentuan
mengenai perubahan konstitusi itu sendiri, yang kemudian prosedurnya dibuat
sedemikian rupa sehingga perubahan yang terjadi adalah benar-benar aspirasi
rakyat dan bukan berdasarkan keinginan semena-mena dan bersifat sementara atau
pun keinginan dari sekelompok orang belaka.
Pada dasarnya ada dua macam
sistem yang lazim digunakan dalam praktek ketatanegaraan di dunia dalam hal
perubahan konstitusi. Sistem yang pertama adalah bahwa apabila suatu konstitusi
diubah, maka yang akan berlaku adalah konstitusi yang berlaku secara
keseluruhan (penggantian konstitusi). Sistem ini dianut oleh hampir semua
negara di dunia. Sistem yang kedua ialah bahwa apabila suatu konstitusi diubah,
maka konstitusi yang asli tetap berlaku. Perubahan terhadap konstitusi tersebut
merupakan amandemen dari konstitusi yang
asli tadi. Di Indonesia, perubahan konstitusi telah terjadi beberapa kali dalam
sejarah ketatanegaraan Indonesia sejak Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945.
Sejak Proklamasi hingga sekarang telah berlaku tiga macam Undang-undang Dasar
dalam delapan periode yaitu :
1. Periode 18 Agustus 1945 – 27 desember 1949
2. Periode 27 Desember 1949 – 17 Agustus 1950
3. Periode 17 Agustus 1950 – 5 Juli 1959
4. Periode 5 Juli 1959 – 19 Oktober
5. Periode 19 Oktober 1999 – 18 Agustus 2000
6. Periode 18 Agustus 2000 – 9 November 2001
7. Periode 9 November 2001 – 10 Agustus 2002
8. Periode 10 Agustus 2002 – sampai sekarang
1. Periode 18 Agustus 1945 – 27 desember 1949
2. Periode 27 Desember 1949 – 17 Agustus 1950
3. Periode 17 Agustus 1950 – 5 Juli 1959
4. Periode 5 Juli 1959 – 19 Oktober
5. Periode 19 Oktober 1999 – 18 Agustus 2000
6. Periode 18 Agustus 2000 – 9 November 2001
7. Periode 9 November 2001 – 10 Agustus 2002
8. Periode 10 Agustus 2002 – sampai sekarang
C. Pengertian Konstitusi
Konstitusi atau
Undang-Undang Dasar ? Dalam kehidupan sehari-hari kita telah terbiasa
menerjemahkan kata Inggris constitution (konstitusi) dengan Undang-Undang
Dasar. Kesulitan pemakaian istilah “Undang-Undang Dasar” adalah bahwa kita
langsung membayangkan suatu naskah tertulis, karena semua Undang-Undang dasar
adalah suatu naskah tertulis. Padahal istilah “constitution” lebih luas, yaitu
keseluruhan peraturan- baik yang tertulis maupun tidak tertulis- yang mengatur
secara mengikat cara suatu pemerintahan diselenggarakan dalam suatu masyarakat.
Undang-Undang Dasar adalah konstitusi yang tertulis, sedangkan konstitusi
memuat baik peraturan tertulis maupun tidak tertulis.
Para penyusun UUD
1945 menganut pikiran yang sama; dalam penjelasan UUD 1945 dikatakan :
“Undang-Undang Dasar suatu negara ialah hanya sebagian hukum dasar negara itu.
Undang-Undang Dasar ialah Hukum Dasar yang tertulis, sedang di sampingnya
Undang-Undang Dasar tersebut berlaku juga Hukum Dasar yang tidak tertulis,
yaitu aturan-aturan dasar yang timbul dan terpelihara dalam praktek
penyelenggaraan negara, meskipun tidak tertulis”. Hukum dasar tidak tertulis
disebut Konvensi.
Keterkaitan antara
dasar negara dengan konstitusi nampak pada gagasan dasar, cita-cita, dan tujuan
negara yang tertuang dalam Mukadimah atau Pembukaan Undang-Undang Dasar suatu
negara. Dari dasar negara inilah kehidupan negara yang dituangkan dalam bentuk
peraturan perundang-undangan diatur dan diwujudkan. Salah satu perwujudan dalam
mengatur dan menyelenggarakan kehidupan ketatanegaraan suatu negara adalah
dalam bentuk Konstitusi atau Undang-Undang Dasar.
BAB III
KESIMPULAN
Pada dasarnya ada dua
macam sistem yang lazim digunakan dalam praktek ketatanegaraan di dunia dalam
hal perubahan konstitusi. Sistem yang pertama adalah bahwa apabila suatu
konstitusi diubah, maka yang akan berlaku adalah konstitusi yang berlaku secara
keseluruhan (penggantian konstitusi). Sistem ini dianut oleh hampir semua negara
di dunia. Sistem yang kedua ialah bahwa apabila suatu konstitusi diubah, maka
konstitusi yang asli tetap berlaku. Perubahan terhadap konstitusi tersebut
merupakan amandemen dari konstitusi yang asli tadi. Dengan perkataan lain,
amandemen tersebut merupakan atau menjadi bagian dari konstitusinya. Sistem ini
dianut oleh Amerika Serikat.
Konstitusi suatu negara pada hakekatnya merupakan hukum dasar tertinggi yang memuat hal-hal mengenai penyelenggaraan negara, karenanya suatu konstitusi harus memiliki sifat yang lebih stabil dari pada produk hukum lainnya. Terlebih lagi jika jiwa dan semangat pelaksanaan penyelenggaraan negara juga diatur dalam konstitusi sehingga perubahan suatu konstitusi dapat membawa perubahan yang besar terhadap sistem penyelenggaraan negara. Bisa jadi suatu negara yang demokratis berubah menjadi otoriter karena terjadi perubahan dalam konstitusinya.
Konstitusi suatu negara pada hakekatnya merupakan hukum dasar tertinggi yang memuat hal-hal mengenai penyelenggaraan negara, karenanya suatu konstitusi harus memiliki sifat yang lebih stabil dari pada produk hukum lainnya. Terlebih lagi jika jiwa dan semangat pelaksanaan penyelenggaraan negara juga diatur dalam konstitusi sehingga perubahan suatu konstitusi dapat membawa perubahan yang besar terhadap sistem penyelenggaraan negara. Bisa jadi suatu negara yang demokratis berubah menjadi otoriter karena terjadi perubahan dalam konstitusinya.
REFERENSI
ü www.anakciremai.com/2011/08/makalah-pkn-tentang-konstitusi.html
MAKALAH PKN KONSTITUSI
Reviewed by Erian Sutantio
on
May 19, 2012
Rating:
No comments: